User Icon Hai pembaca setia! Temukan solusi media online Anda di AMK WebDev.

Presiden OPSI Usul Pembentukan Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan Langsung di Bawah Presiden

๐Ÿ“ Atasi Masalah Ketenagakerjaan yang Bobrok

Jakarta, MadasNusantara – Kasus pemerasan bernuansa korupsi dalam proses sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang menyeret Wamenaker, Immanuel Ebenezer, telah memberi gambaran betapa bobroknya sistem pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia.

Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Saepul Tavip mengatakan, kasus Wamenaker Immanuel Ebenezer alias Noel menunjukkan sistem pengawasan ketenagakerjaan telah menjadi ajang transaksi antara oknum pejabat Kemenaker dengan kalangan Pengusaha untuk mendapatkan dokumen pelaksanaan norma ketenagakerjaan, dalam hal ini K3.

“Pengawasan ketenagakerjaan menjadi lahan basah bagi oknum-oknum yang menanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara-cara melawan hukum,” kata Saepul dalam keterangan tertulis kepada liranews.com, Sabtu (23/8/2025).

Saepul yang juga tergabung dalam Forum Jamsos menilai lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan adalah sumber carut marutnya kondisi ketenagakerjaan di Indonesia.

Berbagai bentuk penyelewengan hukum terhadap hak-hak pekerja, kata Saepul, semua “bisa diatur” untuk dapat disesuaikan dengan keinginan pengusaha. Praktik jual beli hukum itu terjadi.

“Para pengawas ketenagakerjaan yang semestinya bertanggung jawab untuk memastikan semua norma hukum ketenagakerjaan dijalankan dengan baik dan berjalan dengan baik, malah memainkan hukum,” kata Saepul.

“Sehingga segala bentuk pelanggaran hukum yang di lapangan, dibuat menjadi โ€™complyโ€ dengan aturan yang ada. Untuk menyatakan comply ini, tentu ada harganya,” lanjutnya.

Ironisnya, Saepul menyebut kasus korupsi di Direktorat Pengawasan Ketenagakerjaan Kemnaker RI jauh lebih parah, karena yang diperas adalah Pekerja demi mendapatkan dokumen sertifikat K3 yang dibutuhkannya.

“Ini sudah benar-benar keterlaluan. Pengawas yang seharusnhya melindungi Pekerja, malah menindas Pekerja,” lanjutnya.

Saepul pun mengungkap Peraturan Presiden No. 21 tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, di Pasal 20 ayat b, menyatakan dengan tegas bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pengawas Ketenagakerjaan wajib tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Namun dalam praktiknya, kata Saepul, tidak sedikit oknum pengawas yang berbuat curang, tidak profesional. Berbagai pelanggaran yang dilaporkan (khususnya oleh Pekerja maupun Serikat Pekerja), tidak ditindak lanjuti sebagaimana mestinya.

“Bahkan tidak ada laporan perkembangannya pengawasannya. Laporan menguap begitu saja,” keluhnya.

Dalam mencegah praktik-prkatik yang tidak profesional semacam ini, Saepul mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto membentuk semacam Komisi Pengawas Ketenagakerjaan yan langsung berada di bawah Presiden (bukan di bawah Menteri Ketenagakerjaan yang selama ini belangsung).

Komisi Pengawas Ketenagakerjaan ini, jelas Saepul, akan menjalankan tugas, fungsi dan tanggung-jawab dalam mengawasi kinerja dari para pengawas sekaligus menjatuhkan sanksi terhadap pengawas yang nakal, yang melakukan praktik korupsi dan kolusi.

Komisi Pengawas Ketenagakerjaan ini kira-kira sama seperti Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Yudisial.

“Diharapkan, dengan keberadaan komisi tersebut, para pengawas akan bekerja lebih berhati-hati dalam bekerja, lebih profesional dan berintegritas,” tuntas Saepul.

AMK WebDev

Bangun portal berita profesional & ringan.

๐Ÿ’ฌ Konsultasi Globe News

Media Online Siap Pakai

Desain menarik, panel redaksi, dan dukungan SEO.

๐Ÿ“ž Hubungi Kami News Globe