Oleh: Timboel Siregar (aktivis pekerja/buruh)
AKSI demonstrasi yang dilakukan puluhan ribu pekerja kemitraan berbasis digital (pengemudi ojol, taksi online dan kurir) yang diorganisir Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia disertai seruan pemadaman aplikasi (off bid), Selasa (20/5/20205), merupakan sebuah keprihatinan dan protes keras para pekerja online kepada pemerintah yang tidak memperhatikan kesejahteraan mereka.
Saya menilai aksi ini adalah hal wajar yang memang menjadi hak setiap warga negara untuk menyuarakan protesnya ketika Pemerintah tidak melaksanakan amanat konstitusi, UU dan regulasi operasional terkait kesejahteraan pekerja online.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan tiap-tiap warga negara rakyat berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yang dioperasionalkan di UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), khususnya di Pasal 4, salah satu tujuan Pembangunan ketenagakerjaan adalah meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Dan mengacu pada Pasal 1 angka 31 UU Ketenagakerjaan, subyek yang disejahterakan adalah pekerja di dalam hubungan kerja dan pekerja di luar hubungan kerja.
Pasal 27 ayat (2) UUD 45 dan Pasal 4 UU Ketenagakerjaan mengamanatkan Pemerintah harus hadir dan terlibat aktif dalam membuat regulasi, kebijakan dan anggaran. Pemerintah tidak boleh membiarkan kesejahteraan sebagai produk mekanisme pasar bebas dan liberal yang hanya akan menciptakan ketimpangan, seperti yang terjadi saat ini.
Saya menilai Pemerintah membiarkan system kemitraan antara pekerja online dan Aplikator dalam mekanisme pasar bebas dan liberal yang menyerahkan seluruh system, mekanisme serta pembagian kepada Perusahaan aplikator. Negara yang diwakili Pemerintah abai dan hanya tunduk pada Perusahaan aplikator.
Sampai saat ini Pemerintah tidak mengakui pekerja online sebagai pekerja dalam hubungan kerja (formal) tetapi Pemerintah pun sangat abai mensejahterakan pekerja online yang seharusnya juga menjadi subyek Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia untuk disejahterakan.
Salah satu bentuk kegagalan Pemerintah mensejahterakan pekerja Ojol adalah minimnya regulasi yang melindungi pekerja online dan rendahnya kebijakan serta dukungan anggaran negara untuk pekerja online.
Pada saat Covid-19 lalu, tiga kali kebijakan pemerintah menggelontorkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan anggaran puluhan triliun hanya untuk pekerja di dalam hubungan kerja, sementara pekerja Ojol yang sangat terdampak Covid19, sama sekali tidak tersentuh BSU.
Pasal 31 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) no. 5 Tahun 2021 mewajibkan pekerja Ojol menjadi peserta Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm), dan pada Pasal 34 dengan sangat eksplisit pihak perusahaan aplikator (penyedia jasa layanan melalui kemitraan) harus memastikan kepesertaan JKK dan JKm pekerja online tersebut.
Amanat Pasal 31 dan 34 tersebut tidak dikawal Pemerintah cq. Kementerian Ketenagakerjaan sehingga Perusahaan Aplikator tidak mematuhinya, dan dibiarkan saja oleh Pemerintah sehingga masih banyak pekerja online yang tidak terlindungi di BPJS Ketenagakerjaan.
Regulasi yang sudah ada saja tidak ditegakkan Kementerian Ketenagakerjaan, namun ketika pejabat Kementerian Ketenagakerjaan bertemu pekerja ojol seringkali mengumbar dukungan dan janji-janji yang sampai saat ini belum jelas arahnya. Berhentilah berjanji, lakukan hal-hal nyata yang memang sudah ada di Konstitusi dan UU Ketenagakerjaan. Jangan berjanji lagi di aksi demonstrasi hari ini tapi upayakan hal nyata untuk melindungi pekerja online.
Saya mendorong Menteri Ketenagakerjaan harus bersikap tegas, dan gagas regulasi sesegera mungkin untuk melindungi pekerja online. Pastikan hadir regulasi yang memberikan kewenangan pemerintah untuk mengatur besaran tarif tanpa potongan aplikator, Jaminan sosial, jam kerja, K3, mekanisme sanksi suspend dan putus mitra, mekanisme penyelesaian perselisihan yang adil dan efektif, hak berserikat bagi pekerja online, termasuk sanksi bagi Perusahaan aplikator yang tidak mematuhi regulasi.
Pemerintah dan DPR harus memasukkan kesejahteraan pekerja online dan pekerja di luar hubungan kerja lainnya di UU Ketenagakerjaan baru yang diamanatkan pembentukannya oleh Putusan MK no. 168 tahun 2024. Pemerintah dan DPR juga harus melibatkan serikat pekerja atau organisasi pekerja online dalam pembahasan regulasi tersebut, termasuk akademisi dan institusi lainnya yang menjadi stakeholder bisnis ini.
Demonstrasi pekerja online bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2025. Tema Peringatan ke-117 Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2025 ini adalah “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat”.
Indonesia Kuat berarti seluruh pekerja termasuk pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja online harus ikut bangkit bersama dan Sejahtera bersama, tidak ada yang tertinggal di belakang dan termarjinalkan. Kebangkitan Nasional bukan Mitos, tapi semangat nyata untuk Sejahtera bersama.