Panjang Umur dalam Ketaatan: Meraih Berkah Usia di Dunia yang Fana

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

SEBAGIAN manusia tak diberi panjang usia, namun mereka hidup dalam berkah yang melimpah. Hari-hari mereka padat dengan kebaikan. Nafas yang mereka hembuskan menjadi saksi amal saleh yang senyap namun bernilai besar di sisi Allah.

Saat jasad mereka dimakamkan, dunia mungkin mengira segalanya selesai, padahal di sisi Allah, pahala mereka justru terus mengalir.

Amal jariyah yang mereka tinggalkan tetap memberi kehidupan bagi ruh mereka. Doa anak-anak saleh yang mereka didik menjadi cahaya penerang kubur. Ilmu yang mereka sebarkan menjadi taman pahala yang terus tumbuh. Harta yang mereka wakafkan menjadi ladang amal yang tak pernah kering.

Sebaliknya, ada pula mereka yang hidup lama di dunia, namun hari-harinya gersang dari kebaikan. Panjang umur yang tak bermakna. Setiap pagi dan malam terlewati tanpa dzikir. Setiap detik habis untuk lalai, bukan untuk bersujud. Usia yang seharusnya menjadi ladang untuk akhirat, justru habis dalam maksiat. Bahkan ada yang menua bersama dosa, hingga akhirnya ajal menjemput dalam keadaan tak sempat bertaubat. Maka betapa menyedihkan nasibnya. Ia hidup lama tapi kosong, ia menua tapi tidak tumbuh dalam iman. Umur panjang bukanlah keberuntungan bila tak digunakan dalam ketaatan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ»
“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya.” (HR. Tirmidzi no. 2330, hasan sahih)

Oleh karena itu, janganlah kita sekadar meminta umur panjang dalam doa-doa kita. Panjang umur bukan tujuan utama, tapi bagaimana agar usia itu diisi dengan ketaatan kepada Allah. Jangan minta panjang usia tanpa disertai permohonan agar umur itu diberkahi dalam ibadah, dalam dakwah, dalam akhlak, dan dalam ketulusan hati.

Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mendoakan panjang umur dalam bingkai ketaatan, bukan dalam kelalaian. Dalam sebuah doa, beliau mengajarkan kepada kita:
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَنِي، وَأَطِلْ حَيَاتِي عَلَى طَاعَتِكَ، وَأَحْسِنْ عَمَلِي، وَاغْفِرْ لِي
“Ya Allah, perbanyaklah hartaku dan anakku serta berkahilah apa yang telah Engkau berikan kepadaku, panjangkanlah usiaku dalam ketaatan kepada-Mu, perbaikilah amalanku, dan ampunilah dosa-dosaku.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480)

Doa ini bukan sekadar permohonan dunia, tapi permintaan agar dunia menjadi kendaraan menuju akhirat. Agar umur bukan sekadar angka, tapi menjadi kesempatan untuk sujud, untuk menolong sesama, untuk mengucap kata yang lembut, dan untuk beramal dalam diam.

Allah Ta’ala berfirman:
﴿وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌۭ بِأَىِّ أَرْضٍۢ تَمُوتُ﴾
“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman: 34)

Ayat ini mengingatkan kita akan keterbatasan pengetahuan kita. Kita tidak tahu sampai kapan kita hidup, di mana kita mati, atau bagaimana akhir hidup kita. Tapi yang pasti, kita punya hari ini. Kita punya saat ini untuk berubah, untuk kembali, untuk mengisi waktu dengan amal yang diridhai Allah.

Maka mulailah dari sekarang. Jangan menunggu usia tua untuk taat. Jangan menanti pensiun untuk beribadah. Waktu terbaik untuk bertobat adalah sekarang. Usia yang diberi saat ini adalah rahmat, jangan kita sia-siakan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
«اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ»
“Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara: mudamu sebelum datang tuamu, sehatmu sebelum datang sakitmu, kayamu sebelum datang miskinmu, waktu luangmu sebelum datang sibukmu, dan hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, shahih)

Lihatlah bagaimana Islam tidak hanya mengajarkan untuk banyak beribadah, tetapi juga mengajarkan kesadaran waktu. Islam mengajak kita untuk berpikir jauh ke depan, merencanakan kehidupan bukan hanya untuk esok tapi hingga kehidupan setelah kematian.

Waktu adalah amanah. Umur adalah ladang amal. Maka jadilah orang-orang yang menua dalam taat, bukan dalam maksiat. Jadilah pribadi yang saat jasadnya ditutup kain kafan, ruhnya tersenyum karena pahala tetap mengalir dari kebaikan yang ditinggalkan.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang diberi panjang umur yang penuh keberkahan, yang sibuk dalam ketaatan, dan wafat dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin.